A Wish


Ibu memelukku erat, sangat erat. Seperti itu akan menjadi pelukan terakhir yang bisa ia berikan ke anak sulungnya. Bahu ku basah oleh tangis tulusnya, tubuhnya gemetar hebat dan terisak berat.­­­­­­

Ayah?
Aku bisa melihat ia yang berusaha keras agar air mata nya tidak menetes dan terlihat olehku.
Aku bisa merasakan cintanya yang dalam untukku.
Tapi untuk apa?
Aku tidak pernah menjadi sosok anak yang bisa dibanggakan oleh orang tua nya.
Aku selalu menumbuhkan kekecewaan dan sakit di dalam hati mereka berdua.
Ayah dan ibu ku.
Aku mencintai kalian, sungguh. Baru benar – benar terasa sekarang oleh ku.
Aku sangat menyesal pernah membenci kalian.
Kalian yang sesungguhnya adalah orang – orang yang paling berharga untukku.
Maafkan aku.

Elsa?
Mengapa kau terpaku?
Hanya memandangiku tanpa bergeming sedikit pun.
Ternyata, yang lebih kuat itu kau, Elsa.
Tunggu,
Mengapa kau berlari menjauh?
Elsa, maafkan aku.
Aku tidak membencimu, tidak.

Ibu, maafkan aku.
Aku pernah berusaha membenci mu dan ayah.
Karena kemunculan Elsa, rasa iri dan benci tumbuh di hatiku.
Aku yang selalu menolak kehadirannya.
Ayah yang tadinya selalu mencari – cari ku, lebih memilih Elsa untuk menghambur di peluknya yang penuh peluh selepas membanting tulang seharian.
Ibu yang selalu memperhatikannya.
Aku membenci ayah, ibu dan Elsa sejak saat Elsa muncul.
Aku sangat membenci kalian.
Tapi tidak lagi !
Sungguh percaya lah.
Aku begitu berdosa untuk berusaha membenci kalian dan menolak Elsa.
Aku menyesal, sangat menyesal.
Jika aku bisa.. tidak, sudah tidak mungkin. Karena Tuhan telah mengabulkan permintaan terakhirku.
Permintaan ku yang untuk pertama kalinya tidak pernah aku sesali.
Ya, dari dulu aku selalu banyak meminta kepada ayah dan ibu.
Sejak kehadiran Elsa, aku selalu banyak mengharapkan sesuatu yang sesungguhnya tidak pernah aku butuhkan.
Itu semua hanya untuk membuat kalian jengkel dan akhirnya memarahiku.
Tapi tidak, ternyata ayah dan ibu tidak pernah memarahiku setiap aku meminta ini itu, kalian hanya memandangku lesu dan menasehatiku.
Seperti saat aku meminta dibelikan sepeda motor dan memutuskan untuk bergabung dengan klub motor. Ayah dan ibu tidak pernah marah.
“Berhati – hati lah selalu. “
Hanya itu.
Bukan itu yang ku mau saat itu, aku ingin kalian marah dan menunjukkan rasa sayang dan kepedulian kalian padaku.
Tapi kenapa kalian tidak pernah sekalipun memarahiku?
Aku bahkan menjadi yakin kalau sesungguhnya kalian memang tidak pernah menyayangiku.
Ya, tapi aku baru tahu sekarang.
Ternyata kalian memang menyayangiku.
Sangat menyayangi ku.

Elsa tiba – tiba datang dengan sebuah buku bergambar.
Ia memberikannya padaku dengan wajah sendu.
Ia membuka lembar demi lembar gambar – gambar yang membuatku akhirnya meneteskan air mata.
Ia menggambar diri ku dengannya.
Dan dengan seluruh anggota keluarga kami, ayah dan ibu.
Semua isi buku bergambar itu hanya ada kami berempat.

Elsa, ternyata kau tidak pernah membenciku.
Terimakasih.
Aku sangat menyayangimu.
Maafkan aku.


Kecelakaan itu merenggut nyawa kalian bertiga.
Aku yang tiba – tiba beradu argumen dengan ayah tentang klub motor ku.
Ayah dengan baik - baik meminta ku untuk keluar dari klub itu.
Bukannya mengiyakan, aku malah emosi.
Terjadilah pertengkaran.
Seharusnya aku menurut, bukan marah dan mengakibatkan ayah teralihkan pandangannya dari lampu merah dan truk besar yang melintas dari arah lain.
Yang mengakibatkan mobil kami hancur.

Jika aku bisa memohon satu hal pada – Mu.
Aku akan memohon.
Bolehkah aku egois dengan mengharapkan – Mu, dalam ketidakpantasanku, untuk mengabulkannya?
Tuhan, aku ingin memohon.
Aku ingin berdoa.

Tuhan, hanya satu pinta ku, yang benar – benar aku harapkan dari sudut hatiku yang paling dalam.
Aku mohon.
Aku akan bersimpuh dan memohon ampun.
Aku sangat menyesal. Aku benar – benar menyesal.
Jika bisa Kau kembalikan aku ke masa itu, aku rela seluruh sisa hidupku ditukar dengan satu.. tidak, 10 menit saja waktu bersama mereka.
Aku sangat menyayangi mereka.
Sangat.


Aku terbujur lemas pada akhirnya.
Pendarahan hebat dari dalam kepalaku membuat ku tidak bisa bergerak sedikit pun.
Seharusnya aku tidak pernah mengendarai motor itu.
Ya, aku memang belum ahli mengemudikannya.
Tapi aku dengan sombongnya melaju dengan kecepatan tinggi dan menghantam mobil yang sedang berbelok.

Semua putih.
Sampai aku lihat kalian datang dan berteriak menyesal atas keadaanku akhirnya.
Menangis tidak rela akan putri sulung kalian yang akan segera menemui Sang Pencipta.
Memelukku erat bagaikan ini terakhir kalinya kalian bisa memelukku.
Andai aku bisa, aku akan memeluk kalian kembali.
Maafkan aku.
Aku menyayangi kalian.

Elsa?
Kau akhirnya menangis.
Jangan menangis.

Aku akan selalu bersamamu, ibu dan juga ayah kita.

Categories: Share

Leave a Reply