Buried In Memory
Aku terbangun dari tidur singkatku. Beberapa kali mengerjapkan mata mencoba untuk membiasakan pandangan dengan sekelilingku.
Aku masih disini, di atas tempat tidur ku yang nyaman, di kamarku yang tenang. Aku masih berada dirumah ku yang aman.
Mimpi itu terus menerus mendatangiku hampir setiap malam, sejak 1 tahun lalu. Mimpi-mimpi tersebut tidak membiarkanku menikmati tidur di malam yang panjang, hanya terus menggangguku di alam bawah sadar. Semua mimpinya berbeda, namun selalu berkaitan.
Di mimpi tersebut ada diriku yang selalu terlihat bingung dan ketakutan. berlarian kesana kemari mencari sesuatu yang aku sendiri tidak mengerti apa. Aku berlarian di dalam sebuah lorong lembab yang agak gelap. Mendengar tawa menakutkan dari suara-suara asing yang mengerikan.
Dan beberapa hari lalu, hingga malam ini, mimpiku mendapat tamu baru, sesosok pria rupawan nan lembut, bertubuh tegak, berambut hitam dengan kumis tipis membingkai bibirnya, mengepakkan sayap hitamnya dan mendekatiku, matanya bertemu pandang dengan mataku yang ketakutan. Warna coklat mata itu, membuatku rindu.
Ya, sosok itu sangat mirip dengan kakak laki-laki ku yang lebih tua 9 tahun dari ku, dia meninggal 7 tahun lalu akibat kecelakaan, ditabrak pengemudi truk yang mengantuk, mobilnya hancur, aku bergidik menatap tidak percaya saat melihat jenazah nya untuk terakhir kalinya. Hancur.
--
"Mom, liat amplop coklat ku nggak? kok udah aku cari-cari tapi nggak nemu yah?"
"Amplop coklat gede yang isinya berserakkan kemana - mana maksudnya? ada tuh, di laci."
"Heeee, kok ngga bilang sih, aku kan bingung nyariinnya tau Mom."
"Yeee, salahmu sendiri, barang penting kaya gitu kok taruh nya sembarangan."
"iya sih. yaudah deh, aku berangkat kerja dulu ya Mom!"
"Kamu katanya mau cuti, Chester?"
"Ah, nggak bisa hari ini, kerjaanku dikit lagi kelar, toh kita perginya juga besok kan Mom?"
"Iya sih, yaudah. hati-hati ya..."
"See you, Mom!"
--
"Pagi Chester!"
"Oh, heeeey pagi Talinda! Apa kabarmu hari ini?"
"Kabarku baik-baik saja. Bagaimana dengan Honey Bear-ku? Ada sesuatu yang baru?" Ucapnya mengedipkan mata jahilnya dan memainkan rambut hitamnya yang panjang.
"Hentikan, panggilan itu memalukan, kau tahu. Dan ya, ada sesuatu yang lupa kukatakan kepadamu, namun itu bukan hal baru."
"Hey, benarkah? Beritahu aku dong?"
"Kamu akan ikut aku mengunjungi Paman Ted bersama dengan ibuku, BESOK."
Talinda terlihat heran, menaikkan alis kanannya. Menatapku penuh tanda tanya.
"Um, mengapa buru-buru sekali?"
"Tidak, tidak buru-buru sih, aku hanya lupa menyampaikannya kemarin. Maaf?"
"Well, baiklah, kalau itu mau mu, aku ikut." Ucapnya sambil tertawa kecil dan mencubit pipi kananku.
--
"Hey Paman Ted! Apa kabar? Lama tidak Jumpa!"
Aku menghambur ke Paman Ted, memeluknya. Paman Ted membalas pelukanku dan menepuk lembut kepalaku, sama persis seperti yang sering dia lakukan saat bertemu denganku.
"Paman, kau tau aku udah ngga kecil lagi, masih aja suka nepukin kepalaku." Ucapku tersenyum.
"Maaf, Chester, kita udah lama banget ga ketemu, kangen rasanya tau. dan ya kabarku baik-baik saja, terima kasih telah bertanya." Balasnya tertawa lembut.
"Tidak apa-apa kok Paman, lakukan saja sesering mungkin, kenceng juga aku ga keberatan kok." Canda ku.
"Terus nanti benjol, bisa-bisa aku dibunuh nona manis ini. Ini pacarmu kan?" Tanyanya sambil memandang Talinda.
"Ah, maaf terlambat mengenalkan diri, aku Talinda."
"Dan ya dia pacarku, Paman."
"Hey, senang berkenalan denganmu, selera Chester bagus juga ya."Tawa Paman Ted.
"Ih Paman kok, becandanya gitu deh."
"Loh, emang bener kan?" Tambahnya lagi.
"Yasudah, aku akan membantu ibuku dulu merapikan barang-barang kami."
"Tidak, Chester, kau masuk saja, aku yang akan membantu ibumu. Kenalkan Talinda pada Brad." Selanya sambil tersenyum dan menarik lembut tanganku.
"Well,,, baiklah."
--
Aku dan Talinda berjalan menuju belakang rumah Paman Ted, ada hutan dan danau, dan sekitar beberapa ratus meter lagi, ada sebuah taman yang banyak dipenuhi bunga-bunga beraneka jenis dan warna. Mendiang istri Paman Ted sangat menyukai taman tersebut, sejak kepergiannya 8 tahun lalu, Paman Ted lah yang menggantikan posisi istrinya merawat taman itu.
"Chester??!!"
Seseorang meneriakkan namaku dari kejauhan. Aku menoleh, dan mendapati seseorang yang familiar oleh ingatanku.
"WOW! Brad???? Astaga!" Aku berlari menghampirinya, Brad langsung memelukku erat sekali. Aku memeluknya juga.
"Sial kau!"
DUAAKKK!!!
Satu tinju kurus yang sebenarnya tidak memiliki tenaga itu mendarat di kepalaku. membuatku oleng sedikit.
"AH!!! Chester!!" Talinda berlari menghampiriku dan menyentuh kepalaku yang ditinju Brad tadi.
"Aduh! Apa-apaan sih??? Sakit tau!" Teriakku.
"Kau tuh bodoh ya?!" Ucap Brad dengan matanya yang membesar.
"Bodoh? Maksudmu.."
"BODOH! Kemana saja kau?????? 6 atau 7 tahun ya, kau ngilang gitu aja! Ga pernah ngasih kabar, ga pernah telepon, ga pernah sms, bahkan nomor juga udah ganti! mau ngelupain saudara sendiri?? Jahat banget sih!!"
"Maaf, Brad. Bukan itu maksudku..."
"Lantas apa?!" Potongnya.
Aku menoleh ke Talinda, lagi-lagi dia melempar pandangan keheranannya kepadaku. Aku bingung harus menjelaskan dari mana.
"Kau jahat Chaz.. Beberapa bulan semenjak kepergian saudara mu, kau tidak pernah menghubungi kami lagi. berhenti berkunjung, berhenti mengirim surat, berhenti menelepon, dan ga pernah sms!! itu kan sederhana banget padahal! Kau tidak rindu pada ku? Tidak mau lagi menghabiskan waktu bersamaku kaya yang udah sering kita lakuin bareng mendiang kakakmu itu? Dan sekarang ga ada angin ga ada ujan tiba-tiba nongol aja, kaya ga punya salah."
"Maafkan aku, Brad. Aku juga merindukanmu.. Bener kok.." Ucapku dengan lirih.
"Lalu? Kenapa ngilang? Kita tumbuh dewasa sama-sama Chaz, semenjak kau pindah ke kota pun kita masih sering kan ngabisin waktu bareng? Kenapa tiba-tiba menjauh? Ga mikirin perasaan.."
"Aku sempet gila.." Ucapku memotong perkataannya.
Talinda dan Brad seketika terlihat kaget, mata mereka membesar. Terlihat tidak percaya dengan ucapan yang keluar dari bibirku barusan.
"Gila?" Talinda bertanya, memicingkan mata.
"Ya.. Gila.."
"Aku tidak mengerti." Ucap Brad terlihat kuyu.
"Gila, tidak waras. aku sempat masuk pusat rehabilitasi, Brad. Talinda, maaf aku ngga pernah cerita ke kamu."
"Apa sebabnya?" Tanya Talinda tenang. Brad hanya berdiri di depan kami yang terduduk di rumput hijau lembab ini, beberapa meter jauhnya dari danau.
"Semenjak kakakku meninggal. Tiap malam, aku kebayang terus sama kondisi jenazahnya. Berulang kali keinget di otak dan lama-lama selalu hinggap di pikiran aku. Aku makin takut, semakin ngga percaya sama kepergiannya, semakin yakin kalo jenazah yang dikubur itu bukan dia, mungkin cuma jenazah palsu, atau sebenernya dia masih hidup, cuma dibikin mati bohongan sama orang di rumah duka, kaya di film Afterlife gitu deh, hehe.." Ucapku bercanda, memaksakan diri untuk tertawa.
"Lalu?" Tanya Brad yang sekarang sudah duduk di depanku. Dan Talinda masih memperhatikan dengan seksama.
"Lalu... itu semua berlanjut selama berbulan bulan, ga pernah ngasih rehat ke otak, makin masuk ke dalam dan menggali otakku. mencari ruang untuk ditempati. Itulah awal mula nya aku dianggap kurang waras sama temen-temen sekolah."
"Emangnya kamu ngapain, Chester?" Tanya Talinda.
"Kata mereka sih aku mulai ngomong sendiri di kelas. Tapi aku ga inget loh. Terus suka kalap sendiri, nunjuk-nunjuk ke orang-orang sambil teriak 'Kakak gue masih hidup kan???!!!!! Yang dikubur itu bukan dia!! Bajingan lo semua!!'. Terus, akhirnya karena udah lebih dari sebulanan aku bertingkah kaya gitu, dan sekolah mandek juga. Akhirnya ibu bawa aku ke pusat rehabilitasi di Oklahoma. Awalnya aku ga ngelawan pas dimasukin kesana. Setelah dua bulan, semuanya makin kacau, aku teriak-teriak sendirian, ngacung-ngacungin tangan kaya posisi lagi megang pisau. Teriak kesetanan minta kakakku dikembalikan..." Tanpa kusadari air mata ku mulai menetes. Talinda langsung mengusapnya lembut. Dan tersenyum kecil.
"Tapi semenjak 3 tahun lalu, aku udah boleh pulang.." Lanjutku.
"Apa yang dikatakan dokter?" Tanya Brad.
"Well, katanya sih, aku udah ngga pernah ngamuk-ngamuk lagi, kondisiku udah nunjukkin bahwa gelombang otak udah normal, udah ngga ngamuk-ngamuk dan udah bisa membedakan mana yang nyata dan ilusi. Dokter bilang, itu semua gara-gara aku depresi, ditinggal orang yang aku sayang banget."
"Tapi kok serem begitu ya, Chaz?" Ucap Brad terlihat sedih.
"Entahlah, aku ngga tau juga."
"Tapi sekarang kamu udah baik-baik aja kan, Chaz?" Tanya Talinda lagi. Merangkul pundakku.
"Iya sayang, aku udah sembuh kok, tenang aja. Itu ngga akan terjadi lagi. Dan Brad, sekarang kamu tau alasan aku ngga pernah hubungin kamu. Ibu ku juga bilang, baiknya jangan kasih tau siapa-siapa sampai aku bener-bener sembuh."
"Aku ngerti." Jawab Brad.
--
Aku terbangun lagi, kali ini mimpi itu semakin jelas. Sosok yang ku kenal itu terus mendekati ku, mengulurkan tangan mencoba untuk meraihku, kemudian membawaku ke suatu tempat yang sangat asing. Dia tersenyum sedih, hendak mengatakan sesuatu. Namun entah dari mana muncul beberapa sosok aneh lainnya, mengganggu kami dan membawaku pergi. Meninggalkan sosok familiar itu terkunci di suatu ruang gelap. Gelap sekali.
Aku merasa masih mendengar suaranya yang memanggil nama ku. Aku ingin sekali menceritakan ini kepada ibu, namun aku takut beliau tidak percaya, dan mungkin akan membawa ku untuk diperiksa lagi.
Ah, atau mungkin memang ada yang salah di otakku. Entahlah.
Aku beranjak dari tempat tidur, mengenakan jaket ku, dan berjalan menuju dapur. Hawa nya terasa dingin dan hampa. Semua orang pasti sudah terlelap dan menikmati mimpi-mimpi mereka yang indah.
"Mimpi sialan.." Gumamku sambil menyeruput teh hangat yang baru saja ku buat.
"....long..."
Aku terdiam, berhenti bergerak. meletakkan gelas ku ke meja. berusaha menajamkan pendengaranku.
"....tolong..."
Astaga, suara minta tolong? Tapi siapa? Dari mana??
Aku melirik ke jam dinding, ini pukul 2. Siapa yang berteriak di pagi buta seperti ini?
Aku berjalan keluar, mengenakan mantel, malam ini cukup dingin. Aku memberanikan diri menghampiri asal suara tersebut di dekat danau.
Namun ketika sudah dekat, suara tersebut menghilang.
"Apa-apaan sih. Sial banget."
Aku menggerutu, ketika hendak berbalik, muncul seorang pria dengan badan tinggi dan berambut gondrong. Memelototiku.
"Maaf, kenapa ya? kok ngeliatinnya kaya gitu?"
"Manusia, ngga akan pernah ngerti."
Ucapnya dengan suara berat. Itu bahkan bukan sebuah jawaban dari pertanyaan yang kulontarkan barusan.
"Maksudnya? Aduh jangan aneh-aneh dong. Bisa ngga?"
Tiba-tiba dia menerjangku,
Seperti hendak menikamku dengan gigi nya yang tajam. Tunggu dulu, dia bertaring??? Astaga! Makhluk apa????
"Tunggu!! Berhenti!! Apa-apaan kau??? Vampir ya????? Kok jelek sih, ga cakep kaya di film Twilight!"
Aku berusaha melepaskan diri, beberapa kali tersungkur saat hendak lari, ketika hampir dimakan hidup-hidup olehnya, sesuatu yang besar berwarna hitam muncul dari dalam hutan.
Aku terkejut, kaget setengah mati. Dan akhirnya tidak sadarkan diri.
To Be Continued
